Andalas-Time.com– Menggilanya wabah covid-19 atau coronavirus yang telah menjangkiti lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia dan telah merenggut ribuan nyawa di seluruh dunia, hanya selang waktu lebih kurang sebulan sejak virus tersebut pertama kali ditemukan di Wuhan Tiongkok ini, menyebabkan kepanikan luar biasa.
Kepanikan luar biasa ini terlihat dengan kebijakan beberapa negara yang menghentikan sementara penerbangan dari Tiongkok, membatasi kedatangan turis asing terutama dari Tiongkok, memperketat dan menyediakan alat deteksi virus dan suhu tubuh di pintu-pintu masuk negara. Terakhir, Pemerintah Arab saudi juga menghentikan penerimaan jamaah umrah dari negara-negara yang telah terjangkiti virus mematikan ini, termasuk jamaah umrah dari Indonesia.
Di Indonesia sendiri, kepanikan terkait penyebaran virus yang masih belum ditemukan penangkalnya ini, terlihat usai pernyataan resmi Presiden Jokowi yang mengumumkan bahwa terdapat 2 pasien positif suspect Corona yang berasal dari Depok, Jawa Barat.
Masyarakat, terutama di sejumlah kota besar, menyerbu pusat-pusat perbelanjaan dan memborong kebutuhan pokok dalam jumlah yang fantastis sebagai efek ketakutan. Mereka khawatir kejadian diisolasinya kota Wuhan akan terjadi juga di Indonesia. Kepanikan ini juga terlihat dengan hilangnya masker yang digadang-gadang dapat menangkal penyebaran virus Corona di pasaran.
Berdasarkan informasi yang berseliweran di berbagai media, hilangnya masker di pasaran, bukan hanya disebabkan karena permintaan yang tinggi tetapi juga disebabkan adanya sejumlah oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan pribadi, dengan melakukan penimbunan masker dan menjual dengan harga yang sangat tinggi.
Tidak cukup sampai disitu, akibat tingginya permintaan dan mahalnya harga masker, membuat sejumlah oknum tertarik untuk mengolah dan menjual kembali masker-masker bekas agar memperoleh keuntungan. Tentu saja masker tersebut jauh dari standar kesehatan dan tentunya merugikan banyak pihak. Perilaku ini sama sekali tidak mencerminkan kita sebagai warga yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
*Solusi Islam*
Kita sebagai umat Muslim sudah mempunyai pedoman dan tuntunan, yaitu al-Quran dan Hadist untuk menghadapi situasi tersebut di atas.
*1. Menghadapi Virus*
Wabah penyakit menular ternyata sudah pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Wabah penyakit tersebut adalah kusta yang menular dan mematikan. Pada saat itu, wabah tersebut belum diketahui obatnya. Ketika itu Rasulullah saw memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut. Beliau bersabda:
لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِينَ
Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit kusta (HR al-Bukhari).
Nabi Muhammad SAW juga memperingatkan umatnya jangan berada dekat wilayah yang sedang terkena wabah. Nabi bersabda, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari).
Untuk mencegah wabah penyakit menular tersebut tidak menyebar ke wilayah lain, Rasulullah SAW membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah. Metode inilah yang dimaksud isolasi/karantina di masa sekarang.
Rasulullah juga memperingatkan umatnya untuk berhati-hati terhadap penyakit kusta.
Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah bersabda,
“Jauhilah orang yang terkena kusta, seperti kamu menjauhi singa.” (HR al-Bukhari).
Rasulullah saw juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninginggalkan tempat itu (HR al-Bukhari).
Dari penjelasan di atas, tindakan pemerintah Indonesia mengkarantina/isolasi warga yang dipulangkan dari Wuhan untuk memastikan kondisinya bebas dari Corona sudah sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Begitu juga dengan penanganan 2 orang warga Depok yang positif suspect Corona. Namun sayangnya, himbauan Rasulullah untuk tidak masuk dan keluar dari daerah terjangkit, tidak terlalu diindahkan oleh pemerintah Indonesia. Sehingga penyebaran
*2. Mengatasi Kepanikan terhadap Dampak Virus*
Meskipun kita berada di daerah terjangkit, sesuai tuntunan Rasulullah di atas, beliau menganjurkan agar umatnya tidak meninggalkan daerah tersebut, tidak panik, tetap tenang dan selalu bertawakal kepada Allah SWT. Kepanikan yang berlebihan malah akan memperburuk keadaan.
Pemerintah mempunyai peran penting dalam menanggulangi kepanikan ini. Melalui perpanjangan tangan Kementerian Kesehatan dan pihak-pihak terkait untuk menenangkan kepanikan masyarakat ini. Misalnya, penerbitan edaran, sosialisasi, penyuluhan ataupun operasi pasar. Sehingga masyarakat merasa aman dan tidak merasa perlu menumpuk (membeli melebihi kebutuhan) barang-barang kebutuhan pokok.
*3. Perilaku Oknum“Manangguak di Aie Karuah”*
Apapun kondisinya selalu saja ada oknum yang memanfaatkan situasi untuk meraih keuntungan pribadi. Ibarat pepatah Minang mengatakan “ _Manangguak di Aie Karuah”._
Seperti di negara kita, tingginya kebutuhan masker akibah wabah Corona dimanfaatkan oleh sejumlah oknum untuk menimbun sejumlah masker, sehingga terjadi kelangkaan dan harga masker melambung tinggi bahkan melebihi daya beli konsumen itu sendiri.
Padahal Islam telah melarang umat manusia melakukan penimbunan atau yang dikenal dengan ihtikar.
Di dalam kitab Fathul Mu’in, Syaikh Zainudin al-Malibari mendefinisikan ihtikar sebagai berikut;
الِاحْتِكَارُ هو إمساك ما اشتراه في وقت الغلاء – لا الرخص – ليبيعه بأكثر عند اشتداد حاجة أهل محله أو غيرهم إليه
“Ihtikar adalah menahan (menimbun) barang yang dibelinya di waktu harga mahal, bukan di waktu harga murah, dengan tujuan untuk dijual lebih tinggi ketika penduduk setempat atau lainnya sangat membutuhkan.”
Salah satu alasan praktek ihtikar diharamkan karena akan membuat kesulitan kepada masyarakat umum, baik dari sisi barang maupun harga. Hal ini sebagaimana telah dikatakan oleh Syaikh Zakaria al-Anshari dalam kitab Asnal Mathalib berikut;
فَيَحْرُمُ الِاحْتِكَارُ لِلتَّضْيِيقِ عَلَى النَّاسِ
“Maka ihtikar (menimbun barang) hukumnya adalah haram karena ada unsur menyulitkan masyarakat.”
Bahkan dalam sebuah hadis disebutkan bahwa jika seseorang sengaja menimbun barang, maka Allah akan melaknatnya dengan penyakit kusta dan kerugian. Hadis dimaksud diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Nabi Saw bersabda;
مَنْ اِحْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ ضَرَبَهُ اللَّهُ بِالْجُذَامِ وَالْإِفْلَاسِ
“Barangsiapa melakukan ihtikar atau menimbun makanan kaum Muslimin, maka Allah akan memberinya dengan penyakit kusta dan kerugian.”
Berdasarkan tuntunan Rasululullah di atas dapat kita simpulkan bahwa perilaku penimbunan sangat di larang bahkan Allah akan melaknat para pelakunya karena akan berdampak luas baik secara ekonomi, sosial maupun pemerintahan.
*Kesimpulan*
Jika suatu daerah dijangkiti wabah, terdapat berbagai dampak yang ditimbulkan. Di antaranya, kestabilan ekonomi menjadi terganggu karena kepanikan dan kelangkaan serta terhambatnya pendistribusian barang akibat proses karantina/isolasi pada masyarakat. Di sisi lain, ketidakstabilan ekonomi ini berdampak terhadap kesenjangan sosial karena tingkat ekonomi masyarakat yang berbeda-beda. Kesenjangan ini akan sangat terasa bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Sehingga yang kaya akan semakin kaya, sedangkan masyarakat miskin semakin menderita. Dan pada akhirnya, yang membunuh bukan Corona tetapi perilaku sebagian masyarakat yang salah dalam menghadapi wabah ini.
Corona.. Oh Corona..
Terkadang bukan karena Corona..
_Wallahu A’lam Bishawab_
Discussion about this post